Tuesday, 22 November 2011
Sea Games 26th Indonesia 2011
Jakarta - Hasil mengecewakan didapatkan tim bola voli putra Indonesia di ajang SEA Games kali ini. Di kandang sendiri kita kalah 0-3 di final dari musuh bebuyutan, Thailand. Di mana letak kekalahan tim "Merah Putih"?
Kalah tiga set langsung 25-23, 25-17, 25-19, harapan untuk mendulang medali emas untuk ketiga kalinya berturut-turut pun urung terwujud, padahal dukungan luar biasa sudah diberikan masyarakat di tanah air.
Sebenarnya hingga pertengahan set pertama Indonesia masih bisa memimpin perolehan poin, namun kehilangan fokus di angka-angka terakhir sehingga kalah 25-23.
Kekalahan itu seharusnya tidak menyebabkan tim kehilangan fokus di set kedua. Tapi yang terjadi sebaliknya. Indonesia tertinggal jauh awal, para pemain tak mampu mengatrol permainannya, dan Thailand pun dengan mudah menaklukkan kita dengan 25-17.
Dari raut wajah para pemain, saya bisa melihat cukup jelas, mereka seperti kehilangan kepercayaan diri untuk mengejar perolehan angka dan merebut set kedua itu. Padahal hal seperti ini tidak boleh terjadi di sebuah pertandingan penting.
Kalah di dua set pertama biasanya juga menurunkan mental para pemain. Namun, dengan banyaknya pengalaman di pertandingan internasional, pemain dituntut untuk mengeluarkan semua kemampuan yang dimiliki dan berjuang sampai poin terakhir.
Di awal set ketiga, saling kejar mengejar angka pun terjadi. Memasuki pertengahan set, Indonesia mengalami hal yang sama seperti set sebelumnya, kehilangan fokus dan tidak mampu mendapatkan poin dari counter attack, yang menyebabkan tim ini sempat tertinggal hingga tiga poin. Sebenarnnya kita sudah sempat menyamakan kedudukan, tapi tidak bisa mempertahankannya sehingga membuat tim kehilangan banyak poin dan kalah 25-19.
Deskripsi tim
Komposisi pemain tim bola voli putra untuk SEA Games kali ini sebenarnya tidak berbeda jauh dari 2009. Hanya Bagus Wahyu Ardyanto dan Agung Seganti yang menggantikan Didi Irwadi dan saya sebagai pemain inti, dan Veleg Dhani manggantikan Fadlan sebagai libero. Sedangkan Rudi Tirtana, Affan Priyo Wicaksono, Andri, dan Ayip Rizal adalah pemain inti pada SEA Games 2009.
Dengan materi yang ada sebenarnya mental dari tim ini sudah sangat bagus dan seharusnya tidak terjadi kekalahan dengan skor yang sangat jauh apalagi 3-0.
Selama 2007-2010 Indonesia hanya kalah sekali dari Thailand 3-2, yaitu pada kualifikasi Oimpiade di tahun 2009. Empat kemenangan yang diraih pun tidak pernah mudah. Indonesia harus berjibaku untuk mendapatkan kemenangan 3-2 dengan poin-poin yang sangat ketat. Pada SEA Games 2009 Indonesia meraih emas disebabkan smash out kritsada yang notabene merupakan pemain muda dengan skill yang sangat bagus dan power yang keras.
Dari kekalahan itu Thailand mendapatkan pelajaran untuk menguatkan mental mereka untuk meraih medali emas di SEA Games selanjutnya.
Melihat pengalaman yang lalu, harusnya tim SEA Games kita kali ini tidak boleh kalah mudah dari Thailand, apalagi sampai 3-0. Minimal 3-2 lah, dengan memberikan perlawanan yang sangat sengit. Tidak ada kata menyerah hingga poin terakhir. Namun yang terjadi sebaliknya, padahal tim ini sudah diperkuat pemain muda yang sebenarnya punya skill individu yang sangat baik, dan dan tinggi mereka pun sudah mencapai 190-an cm.
Faktor-faktor penyebab kekalahan
Terdapat beberapa faktor baik internal dan eksternal yang menyebabkan tim ini gagal mendapatkan medali emas dan mengalami kekalahan telak:
1. Teknik/skill individu
Teknik/skill individu pemain Indonesia tidak kalah bagus dengan Thailand. Para pemain memiliki skill dengan kualitas yang sama. Yang membedakan dari mereka adalah cara membaca permainan lawan dan sedikit melakukan kesalahan. Thailand dapat membaca permainan Indonesia. Mereka mampu mencatat kebiasaan dan kelemahan para pemain indonesia. Pemain kita sering mendapatkan blok-blok rapat dan kompak dari Thailand.
2. Kekompakan tim
Thailand memiliki kekompakan tim yang lebih solid dibandingkan Indonesia. Penyebabnya adalah pemain dari "Negeri Gajah Putih" sudah bergabung dan menyatu sejak tahun 2008. Berbeda dengan Indonesia yang hanya bergabung beberapa bulan sebelum perhelatan SEA Games dimulai.
Satu kelemahan lainnya adalah ketidakmampuan adaptasi antara pemain junior dan senior untuk bersatu/bermain bersama. Pemain junior sering kali tidak mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya jika digabungkan dengan pemain senior. Seperti yang terjadi di Asian Games 2010, pemain muda dapat bermain baik jika bermain dengan pemain selevel mereka. Namun jika digabung pemain senior, mereka kehilangan taji. Hal ini menunjukkan mereka butuh pembinaan mental yang lebih baik lagi.
3. Sikap mental pemain
Kebanyakan pemain muda Indonesia kurang memiliki daya juang dan mental yang kuat. Mereka cepat puas diri atas prestasi yang sudah didapat. Dalam pertandingan, mereka sering berekspresi berlebihan jika sudah unggul, tapi mudah menyerah jika sudah tertinggal. Sikap mental yang tidak mampu melawan ketakutan atas kekalahan dan kelemahan. Pelatih dapat memperbaiki ini melalui latihan yang keras yang disusun/direncanakan dengan baik.
4. Pelatih
Mr. Li Qiu Jiang sebagai pelatih saat ini saya nilai terlalu lembek dalam melatih mental pemain muda (pengalaman SEA Games 2009 dan Asian Games 2010). Berbeda jauh ketika beliau datang di tahun 1997 (pengalaman pemain pelatnas saat itu). Waktu itu Mr. Li bagaikan "Macan Tionglok", semua pemain takut pada metode latihan yang diterapkan, yang membuat para pemain terkadang harus merangkak-rangkak untuk berjalan saking capeknya.
Pemain muda saat ini terlalu dimanja dengan latihan yang kurang keras, sehingga mental pemain saat ini kurang terasah/terbina. Mereka mudah menyerah ketika angka tertinggal dan daya juang yang kurang keras untuk mempersembahkan yang terbaik untuk negara.
5. Seleksi pemain
Pemain pelatnas bola voli diseleksi dari kompetisi-kompetisi yang bergulir di indonesia selama ini, yaitu Proliga dan Livoli. Seharusnya pemain yang dapat mengikuti pelatihan ini adalah pemain-pemain terbaik yang tersaring dari kompetisi tersebut. Namun yang terjadi selama ini tidak demikian. Sejak tahun 2007, mayoritas pemain yang terpilih untuk mengikuti pelatnas berasal dari daerah Jawa Timur, terutama pemain yang berasal dari klub Surabaya Samator. Seperti terjadi monopoli dalam pemilihan pemain yang bertujuan untuk memajukan voli jawa timur/klub Surabaya Samator. Ke depan pemilihan pemain sebaiknya lebih obyektif lagi, banyak pemain daerah lain yang memiliki tinggi badan dan bakat yang menjanjikan.
6. PBVSI
PBVSI saat ini sudah bekerja sangat baik dengan memberikan perhatian lebih kepada atlet-atletnya. Hanya saja PBVSI sebagai induk olahraga bola voli di Indonesia belum bisa obyektif dalam menentukan pemain berbakat dan pemain yang benar-benar pantas untuk mengikuti pelatihan nasional. Masih terjadi monopoli pemilihan pemain yang mengikuti pelatnas, terutama didominasi oleh pemain jawa timur/Surabaya Samator.
Mengembalikan prestasi bola voli Indonesia ke tangga juara Asia Tenggara bukanlah perkara mudah. PBVSI harus mulai berpikir untuk mulai memajukan/mengembangkan pemain muda saat ini guna bersaing dengan Thailand. Mulailah dari sekarang, atau kita akan selalu tertinggal dari rival kita itu.
==
* Penulis adalah atlet voli nasional, peraih medali emas SEA Games 2007 & 2009.
Di ambil dari detik.com
Labels:
OlahRaga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment